Header Ads

Header Ads

Trilogi Perjuangan NU di Muria

Oleh Jamal Ma’mur Asmani

NAHDLATUL Ulama (NU) sudah berusia 90 tahun. Lahir pada 31 Januari 1926 sampai sekarang, NU sudah banyak memberikan kontribusi besar bagi eksistensi bangsa dan negara.

Nasionalisme dan patriotisme NU terlihat sejak era pra, saat, dan pascakemerdekaan. Pada usia ke-90 ini dan 10 tahun lagi berusia seabad, sejak sekarang NU harus lebih serius mengoptimalkan segala potensi supaya mampu memberikan kontribusi lebih besar kepada bangsa dan negara.

Dalam konteks ini dibutuhkan revitalisasi trilogi perjuangan yang jadi syarat NU mencapai era keemasanpada saat berusia seabad nanti. Pertama, di bidang keilmuan.

Berdirinya NU tidak lepas dari gerakan keilmuan KH Abdul Wahab Hazbullah yang mendirikan pusat studi pemikiran, tashwirul afkar. Spirit itu harus didinamisasi oleh seluruh elemen NU dengan intensifikasi kegiatan membaca, berdiskusi, menulis, meneliti, publikasi, dan inovasi tanpa henti.

Lembaga pendidikan NU, mulai tingkat playgroup, RA, MI, MTs, MA, dan perguruan tinggi harus tampil sebagai perintis kebangkitan intelektual yang mampu menemukan inovasi-inovasi baru di bidang kurikulum, pengembangan SDM, sarpras, dan karya-karya yang berkualitas, seperti buku, jurnal, majalah, dan media pembelajaran.

Di Semenanjung Muria, ada Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) di Jepara, Institut Pesantren Mathaliíul Falah (Ipmafa) Pati, Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Anwar (Staiwar) Rembang, dan Sekolah Tinggi Agama Islam Khazinatul Ulum Blora.

Perguruan tinggi ini jadi benih unggul bersemainya api intelektualisme, sesuai adagium NU: ’al-muhafadzatu al al qadim al shalih wa al akhdzu bi al jaded al ashlah’ ( konsisten menjaga tradisi lama dan kreatif mengadopsi tradisi baru yang lebih progresif dan produktif).

Banyak perguruan tinggi besar di Tiongkok dan India tidak menonjolkan kemewahan gedung dan fasilitas, tapi menekankan kualitas pembelajaran yang mampu melahirkan karya-karya besar dan jadi rujukan dunia. Para dosen melahirkan karyakarya besar yang menjadi referensi keilmuan dunia dan mereka tekun membimbing mahasiswa lewat riset berkualitas.

Semangat besar menjadi pemicu utama kelahiran karya-karya besar selalu dinanti dunia. Mereka akhirnya menjadi inovator-inovator kreatif di bidang masing-masing.

Kemandirian

Kedua, di bidang ekonomi. Spirit nahdlatut tujjar (kebangkitan para pedagang) harus kembali dihidupkan untuk mendorong semangat kemandirian ekonomi warga nahdliyin. Ada banyak faktor keterbelakangan ekonomi warga NU, antara lain SDM yang rendah, modal kerja terbatas, dan jaringan yang bersifat lokal.

Menghadapi tiga kendala ini dibutuhkan pelatihan kewirausahaan secara intensif, baik teori maupun praktik untuk melahirkan keterampilan di bidang perdagangan. Lembaga keuangan micro finance seperti baitul mal wat tamwil (BMT) harus didirikan di setiap kecamatan untuk mengakomodir persoalan modal.

Sedangkan masalah jaringan bisa diatasi dengan cara memanfaatkan jaringan NU yang ada, seperti Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) yang sudah terbentuk. Lembaga perekonomian NU seyogianya menjadi perintis kebangkitan ekonomi warga.

Sinergi terhadap berbagai elemen, khususnya dengan pemerintah sangat penting supaya program pemerintah tepat sasaran dan NU sebagai organisasi sosial keagamaan dengan massa terbesar merasakan dampak riil program pemerintah di bidang pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

Di Semenanjung Muria terdapat gerakan ekonomi yang dilahirkan eksponen NU, seperti Artha Mas Abadi Pati, Artha Huda Abadi Pati, dan Koperasi 26 Pati.

Namun, gerakan ini belum maksimal sehingga belum mampu mendorong kemandirian warga NU secara signifikan. Ketiga, mengokohkan semangat nasionalisme. Spirit nahdlatul wathan (kebangkitan Tanah Air) menjadi penting di tengah eskalasi gerakan radikalisme dan terorisme berkedok agama.

Gerakan bom bunuh diri atas nama istisyhad (mendapatkan mati syahid) yang dilakukan oleh orang yang kurang memahami Islam secara benar harus diluruskan, baik dengan pemikiran maupun tindakan nyata.

Di Semenanjung Muria ini, terdapat ulama besar yang menjadi contoh toleransi, moderasi, dan persaudaraan, seperti al-Magfurlah KH MA Sahal Mahfudh, KH A Mustofa Bisri, dan KH Maimun Zubair. Mereka sumber inspirasi yang tidak pernah habis dikaji dan diteladani.

Momentum hari lahir NU ini harus dimanfaatkan untuk mendinamisasi trilogi perjuangan NU, baik dalam konteks keilmuan, ekonomi, maupun nasionalisme supaya ada transformasi menuju kejayaan.

(Penulis adalah Wakil Ketua PCNU Pati dan Ketua Prodi Zakat Wakaf Ipmafa Pati). (H15-10)

Sumber: Suara Merdeka