Header Ads

Header Ads

Kembali Membangun Keadaban Moral Ummah

Peradaban sebagai sebuah identitas kemajuan suatu komunitas merupakan keniscayaan yang bergulir dari satu masa ke masa lain. Di dalam dinamika perjalanan peradaban ada tatanan nilai yang diusung, atau lebih disebut keadaban dalam berbagai aspek kemakmuran komunitas itu. Islam sebagai sebuah tatanan nilai dijalankan oleh umat Islam yang merupakan sebaik umat dengan visi menerbarkan amar ma’ruf nahi munkar menuju keadaban hidup yang sejahtera[1].

Peradaban Islam dalam perjalanan sejarah umat manusia, tidaklah bermula ketika agama Islam di Makkah dan disebarkan oleh nabi Muhammad Sawa. Sebagai tatanan yang sempurna Islam banyak mengadopsi tatanan nilai dan hukum dari peradaban dan tata nilai kehidupan para anbiya sebelumnya. Amalan khitan, amalan berqurban, bermula dari amalan nabi Ibrahim. Dalam al Quran (Qs:2) disebutkan:

وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ[2]

Sumber normatif ini merupakan salah satu dari pesan moral yang melegenda dalam kesejarahan umat manusia. Apa yang diwasiatkan oleh Nabi Ibrahim as  dan Nabi Ya’qub as  tersebut merupakan nilai moral yang diajarkan kepada anak cucu beliau yang merupakan pesan moral kepada generasi sesudahnya untuk konsisten dalam merealisasikan cita-cita peradaban bersama, masyarakat yang makmur berdasar nilai-nilai Islami.

Peradaban yang pernah ditorehkan sebagai sejarah keislaman, sudah bergeser kepada peradaban barat. Dampak dari peradaban ini yang bertolabelakang dengan peradaban Islam memberikan dampak negatif sebagai problem keumatan. Dalam persoalan ekonomi dunia global terbawa pada arus gerakan ekonomi kapitalis liberal. Gerakan ideologis yang berada dalam aras ekonomi ini masuk dalam ruang-ruang politik kepemerintahan, masuk dalam aspek pendidikan dan bahkan wilayah moral etik umat dengan ragam model yang menterpurukkan nilai dasar kesholihan islami. Pertarungan ideologi ini menjadi tantangan setiap individu muslim.

Dalam salah satu landasan normatif, tersebutkan:

إِذَا اقْتَرَبَ الزَّمَانُ كَثُرَ لُبْسُ الطَّيَالِسَةِ ، وَكَثُرَتِ التِّجَارَةُ ، وَكَثُرَ الْمَالُ ، وَعَظُمَ رَبُّ الْمَالِ بِمَالِهِ ،وَكَثُرَتِ الْفَاحِشَةُ ، وَكَانَتْ إِمَارَةُ الصِّبْيَانِ ، وَكَثُرَالنِّسَاءُ ، وَجَارَ السُّلْطَانُ ، وَطُفِّفَ فِي الْمِكْيَالِ وَالْمِيزَانِ ،وَيُرَبِّي الرَّجُلُ جِرْوَ كَلْبٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يُرَبِّيَ وَلَدًا لَهُ، وَلاَ يُوَقَّرُ كَبِيرٌ ، وَلاَ يُرْحَمُ صَغِيرٌ ، وَيَكْثُرُ أَوْلاَدُ الزِّنَا ، حَتَّى أَنَّ الرَّجُلَ لَيَغْشَى الْمَرْأَةَ عَلَى قَارِعَةِ الطَّرِيقِ ، فَيَقُولُ أَمْثَلُهُمْ فِي ذَلِكَ الزَّمَانِ : لَوِ اعْتَزَلْتُمَاعَنِ الطَّرِيقِ ، وَيَلْبَسُونَ جُلُودَ الضَّأْنِ عَلَى قُلُوبِ الذِّئَابِ ،أَمْثَلُهُمْ فِي ذَلِكَ الزَّمَانِ الْمَدَاهِنُ.[3]

Rasulullah, jauh pada empat belas abad silam telah memberikan warning kepada umat untuk istiqomah kepada tata aturan agama. Hal ini karena dinamika keumatan akan terbawa pada benturan peradaban clash civilization antar budaya dan tatanan nilai berbagai belahan dunia (timur dan barat). Dampak lain  dari arus informasi global dan kecanggihan teknologi, menyisakan berbagai krisis multi-dimensional yang rumit untuk diurai.

 

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا [4]

Dari kondisi demikian dibutuhkan adanya kesadaran bersama untuk membangun kembali ghiroh-semangat juang memperjuangkan  nilia-ajaran mulia Islam , memperjuangkan tatanan kehidupan umat yang sejahtera. Dalam hal ini ada reform atas nilai itu, seperti nilai sabar dalam berbagai variannya:Sabar dalam menjalan perintah, sabar dalam menerima kenyaataan hidup, sabar dalam menerima ujian, sabar dalam memperoleh kenikmatan untuk menjadi gaya hidup di era kekinian.

Umat Islam yang berkesadaran kembali kepada flatform ajaran Rasulullah, kembali menitikberatkan pada orientasi kehidupan yang bervisi keabadian hidup di akhirat.  Umat ini akan tetap menjadi sebaik-baik umat selama mereka memegang teguh tiga faktor, yaitu :Menyuruh yang ma’ruf.Mencegah yang munkar.Beriman kepada Allah dengan iman yang benar

Ibnu Katsir menjelaskan syarat-syarat iman dan taqwa itu adalah hatinya beriman pada apa yang dibawa oleh Rasulullah, membenarkan dan mengikutinya, bertaqwa dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan dan meninggalkan perbuatan keharaman[5]. ketaqwaan tersebut, di antaranya: mahabbatullah, muraqabatullah,merasakan adanya pengawasan Allah,menjauhi penyakit hati, menundukkan hawa nafsu,mewaspadai tipu daya syaitan

Tentu ketaqwaan ini semestinya di follow up dengan aksi nyata menggelorkan gerakan jihad, dalam makna yang kontekstual. Setidaknya ada beberapa jihad yang dapat dilakukan oleh setiap individu muslim: Pertama Jihad terhadap diri sendiri; melalui  kekuatan pencarian ilmu dan pengalamannya. Kedua Jihad terhadap nafsu godaan syetan, melalui keteguhan diri atas subhat dan keragu-raguan tipu daya syetan yang mengobarkan nafsu maksiat Ketiga: Jihad melalui jalan mengubah kedhaliman, kemungkaran bersama keluarga, masyarakat maupun bangsa  dalam berbagai aspek kehidupan. Kekuatan dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarkan kesejahteraan bagi segenap ummat manusia. Adalah keindahan dalam esensi berjihad itu.

Umat ini sudah saatnya belajar dari tatanan-tatanan dunia yang belum sepenuhnya membawa kepada kehidupan yang menyejahterakan. Dalam internal umat Islam sendiri harus berbenah membuat indah tatanan itu termaknai dalam kehidupan sehari-hari, menghiasi akhlak mulia Islam rahmatan lil alamin. Secara ekternal umat memiliki kesadaran teguh atas nila- gerakan ideologis yang memecah belah umat, membawa umat terjauhkan dari tatanan nilai islami yang sesungguhnya sempurna.

[1] “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (Ali Imran: 110)

[2] “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ia berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".Wahai anak-anakku! Sesungguhnyaa Allah telah memilih agama ini bagimu!”  (QS al-Baqarah(2): 132)

[3] “Apabila akhir zaman semakin dekat maka banyak orang yang berpakaian jubah, dominasi perdagangan, harta kekayaan melimpah, para pemilik modal diagungkan, kemesuman merajalela, kanak-kanak dijadikan pemimpin, dominasi perempuan, kelaliman penguasa, manipulasi takaran dan timbangan, orang lebih suka memelihara anjing piaraannya daripada anaknya sendiri, tidak menghormati orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang kecil, membiaknya anak-anak zina, sampai-sampai orang bisa menyetubuhi perempuan di tengah jalan, maka orang yang paling baik di zaman itu hanya bisa mengatakan: tolonglah kalian menyingkiri dari jalan, mereka berpakaian kulit domba tetapi berhati serigala,orang paling ideal di zaman itu adalah para penjilat.”  (Hadits Riwayat ath-Thabrani dari Abu Dzar al-Ghiffari, dalam kitab al-Mu’jam al-Ausath, Juz V, halaman 126, hadits nomor 4860; dan diriwayatkan juga oleh Al-Hakim dari Abu Dzar al-Ghiffari, dalam kitab Al-Mustadrak, Juz III, halaman 386, hadits nomor 5465)

[4] “Sepeninggal para Nabi datanglah generasi baru yang mengabaikan shalat dan mengikuti hawa nafsunya. Karena itu mereka pasti ditimpa kebinasaan. Kecuali mereka yang bertobat, beriman dan beramal shalih. Mereka akan diberi pahala surga, mereka tidak sedikitpun akan diperlakukan dzalim.” (Qs. Maryam, 19: 59-60)

[5] (Tafsir III hal: 100)